SATUNARASI

Fatal, Tidak Punya Itikad Baik Sehingga Azhari Bisa Dipidana

Jakarta, satunarasi.com – Keterangan saksi ahli Pemohon dalam sidang Pembuktian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Kabupaten Buton Tengah (Buteng) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menguatkan petitum diskuafikasi, bahkan Azhari bisa dipidana.

Mantan Pimpinan Bawaslu RI periode 2012-2017, Nasrullah dalam pendapatnya sebagai ahli di Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa Azhari selaku Calon Bupati Buteng tidak punya niat baik untuk mundur sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni Dosen Sembilan Belas November Negeri (USN) Kolaka.

“Yang fatal itu sebenarnya kalau punya itikad baik ya, sejak ditetapkan sebagai pasangan calon (Azhari) ya sudah kembalikan saja di situ, ya kembalikan itu (gaji),” ungkap Nasrullah menanggapi pertanyaan Hakim MK dalam sidang Pembuktian Pilkada Buteng, Rabu (17/02/2025).

Menurut putra Polewali Mandar Sulawesi Barat itu, Azhari tidak punya itikad baik karena terus menerus menerima gaji hingga Desember 2024. Padahal, proses pengunduran dirinya diproses mulai Agustus 2024. Namun, sampai pada proses penetapan calon pada 22 September oleh KPU Buteng, hingga keluarnya SK Pemberhentian sebagai ASN pada 31 Oktober, lalu dilakukan perbaikan SK hingga terbit kembali pada 15 November 2024 tidak kunjung mengembalikan gaji.

Ironisnya, saat kejanggalan itu dilaporkan dua kali oleh Tim Pemohon Pasangan Calon Bupati Buteng, La Andi-Abidin, malah Bawaslu Buteng tidak melakukan proses laporan tersebut atau mengabaikan.

“Nah, saya terus terang sebagai mantan di Bawaslu RI agak kaget, syok. Itu pentingnya diklarifikasi oleh Bawaslu (ada laporan). Eh, ini malah justru menerima (gaji) bulan Oktober lalu diingatkan lagi 31 Oktober (terbitnya SK), dia (Azhari) kembalikan semestinya dari bulan Agustus sampai Oktober, eh justru malah masih menerima di bulan November. Bahkan direvisi lagi 15 November (SK) menerima lagi Desember. Artinya yang mulia penting nampaknya juga harus diluruskan persoalan ini bahwa memang modus,” kata pria lulusan S-2 Universitas Islam Indonesia itu.

Sesuai dengan fakta tersebut, Nasrullah menegaskan bahwa KPU Buteng sebenarnya harus melakukan verifikasi administrasi. Tetapi itu tidak cukup, sehingga perlu difaktualkan jika memang diragukan kebenaran SK Pemberhentian Azhari dari Kemendikbudristek sebagai ASN.

“Contoh misalnya ada informasi yang diperoleh masih aktif sebagai Aparatur Sipil Negara, maka KPU dan Bawaslu, terutama nih, harus bergerak cepat. nggak boleh diam, karena informasi yang didapatkan itu bisa ditingkatkan derajatnya untuk jadi temuan. Nah temuan selanjutnya bisa dimintai untuk klarifikasi,” paparnya.

Lebih lanjut, pernyataan pengunduran diri itu merupakan bentuk komitmen lahiriah, batiniah bagi Calon Bupati. Sehingga, saat penetapan pasangan calon pada 22 Oktober 2024, sudah di dipastikan tidak boleh lagi mendua di situ itu dengan Azhari tetap menerima gaji ASN. Sebab, jika sudah ditetapkan maka dipastikan calon tersebut sudah bisa melakukan kampanye.

“Oleh sebab itu, apa konsekuensinya kalau sudah penetapan, maka dia (Azhari) bisa memperoleh hak berkampanye, hak mengikuti tahapan selanjutnya, Pemungutan Suara dan seterusnya. Kalau masih aktif dan itu diakui oleh pihak Terkait (Azhari-Adam Basan) otomatis penting dilakukan oleh Bawaslu memberikan punishment
misalnya tidak boleh beraktivitas kampanye,” pungkasnya.

Ketentuan tersendiri soal persyaratan administrasinya Calon jika tidak dipenuhi, menurutnya itu merupakan pelanggaran Pidana dalam Undang-Undang Pilkada nomor 1 tahun 2015. Sebab, tegas bahwa seorang ASN tidak bisa terlibat aktif dalam politik Praktis, apalagi sebagai Calon Bupati.

“Nah, ditegakkan saja pidana pemilihan, mohon maaf pasal 189
Nomor 1 tahun 2015. Itu pelarangan terhadap pelibatan Aparatur Sipil Negara dalam kampanye, jelas ketentuannya adalah pidananya satu tahun, paling lama 6. Eh sorry, satu bulan, paling lama 6 bulan. Bukan soal pendeknya di situ 6 bulan, tetapi ada upaya untuk memastikan bahwa penting ditegakkan,” tegasnya.

Masih kata Nasrullah, pasangan calon dilarang melibatkan aparatur Sipil negara, tapi kalau masih dirinya sendiri belum tuntas soal pilihannya dan dia (Azhari) masih berada di situ (ASN) dalam posisi yang ganda juga sebagai calon Bupati, maka dia (Azhari) sendiri tidak boleh melibatkan dirinya, tidak boleh memperoleh hak-hak di dalam proses kompetisi (Pilkada) itu.

“Yang mulia, Nah kenapa ya itu tadi masih aktif, bukti aktifnya pun juga bisa kita lihat, kebetulan ada keputusan tanggal 31 Oktober yang sempat ahli temukan di dalam jawaban (Termohon dan Terkait) itu. Jadi kalau ini dibiarkan yang mulia, menurut pemahaman ahli kayaknya harus dibongkar tuntas, bila perlu memang meminta keterangan beberapa instansi yang terkait ini (Kemendikbudristek),” tutupnya. (adm)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Latest Articles