Jakarta, satunarasi.com – Pihak Terkait dalam hal ini Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Buton Tengah (Buteng) Provinsi Sulawesi Tenggara, Azhari-Adam Basan mengakui jika masih aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan bukti menerima dan mengembalikan gaji hingga Desember 2024.
Fakta itu terungkap di hadapan Hakim Konstitusi dalam sidang Pembuktian gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Buteng yang diajukan Pemohon Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati La Andi-Abidin pada Senin, 17 Februari 2025 lalu.
Saksi Ahli Pemohon dihadapan Hakim MK mengungkapkan bahwa setelah penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Buteng oleh KPU, tidak boleh lagi yang bernama berstandar ganda di dalam proses itu. Artinya Pasca penetapan calon pada 22 September 2024, maka Azhari telah permanen menjadi calon Bupati, bukan lagi sebagai ASN.

“Nah, yang mulia di halaman 46 keterangan pihak Terkait (Azhari-Adam Basan) itu mengakui masih dalam posisi aktif sebagai aparatur Sipil Negara,” ungkap Nasrullah selaku saksi ahli Pemohon.
Mantan Pimpinan Bawaslu RI periode 2012-2017 kembali menegaskan bahwa
bukti terus aktif sebagai ASN, Azhari masih menerima gaji di bulan Agustus, September, Oktober, November dan Desember. Bukti kuitansi penerimaan gaji tersebut, juga telah diserahkan kepada hakim MK.
“Baru dikembalikan (Gaji) pada tanggal 16 Desember. Yang mulia, artinya proses pemungutan suaranya sudah selesai, bahkan kemungkinan besar sudah di upload. mengetahui bahwa itu di soal di Mahkamah Konstitusi ini, nah (Azhari Baru Mengembalikan Gaji),” ungkapnya.
Dengan fakta Pihak Terkait mengakui mengembalikan gaji tersebut, artinya kata Nasrullah Hakim MK dapat menjadikan dasar hukum untuk mengeluarkan keputusan diskualifikasi terhadap Pasangan Calon Nomor Urut 1 dalam Pilkada Buteng sesuai Yurisprudensi putusan hakim MK sebelumnya.
“Artinya yang mulia, saya ingat persis terkait dengan soal putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya, terutama pengajuan terhadap Undang-Undang ASN tahun 2014, tepatnya nomor 41 PUU dan ada di tahun 2015. Pada saat itu saya masih menjadi Bawaslu Ri. Yang mulia, prinsip dasarnya adalah mengapa mahkamah konstitusi mengubah dari pengunduran diri pada saat pendaftaran, lalu itu dialihkan atau cukup pada saat penetapan pasangan calon,” terangnya.
Putra Polewali Mandar Sulawesi Barat itu mengingatkan Hakim Mahkamah ketika itu berpendapat penting untuk menghadirkan soal kepastian hukum yang adil. Artinya MK sendiri sudah mengunci habis bahwa pada saat ditetapkan sebagai pasangan calon, prinsip keadilan dan kepastian itu sudah ada di dalam situ.
“Yang mulia tidak boleh macam-macam lagi. Nah, apa konsekuensinya tentu dibutuhkan terkait dengan soal penegakan hukum di dalamnya, (Diskualifikasi),” tegasnya.
Anehnya, KPU selaku penyelenggara tidak melakukan verifikasi secara baik terhadap SK Pemberhentian Azhari. Padahal dokumen itu menjadi syarat utama bagi calon yang berstatus sebagai ASN untuk ditetapkan sebagai Pasangan Calon Bupati.
“Dalam proses verifikasi memang yang dilihat adalah syarat kelengkapan dan kebenaran. Nah, lengkap belum tentu benar. Salah satu dokumen untuk melihat kebenaran itu adalah siapa sesungguhnya pejabat yang berwenang yang punya otoritas menandatangani segala bentuk surat, keterangan dan lain sebagainya,” paparnya.
Belum lagi terkait dengan prosedur pengajuan pemunduran diri yang dianggap tidak prosedural. Mestinya, tanda terima permohonan mundur Azhari sebagai Dosen/ASN ditandatangani sebagai oleh pejabat berwenang yakni pembina kepegawaian Biro SDM Kemendikbudristek. Tetapi malah diteken oleh Kepala Biro Perencanaan, Keuangan dan Umum USN Kolaka, Rasmaja.
“Yang mulia, selain prosedur bahwa ketika surat pernyataan pengunduran diri itu sudah dideklarasikan oleh yang bersangkutan, maka sesungguhnya pilihannya adalah konsekuensinya dia (Azhari) sudah terjun ke dalam ranah politik. Jadi tidak ada yang lain pilihannya kecuali memang harus mengundurkan diri. Nah, deklir itu disahkan dalam proses yang bernama penetapan pasangan calon,” tutupnya. (adm)