PASARWAJO, satunarasi.id – Diduga terlibat dalam skandal fee proyek, Mantan PJ Bupati Buton yang tengah menjabat sebagai Kepala Dinas (Kadis) Perkebunan dan Holtikultura Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), La Haruna bersama istri, Naslia Alu yang merupakan anggota DPRD Kota Baubau, diminta segera mundur dari jabatannya.
“Saya menyarankan supaya La Haruna dan Naslia Alu mundur dari jabatannya. Biar mereka fokus menyelesaikan pertanggungjawaban secara hukum,” beber ketua KNPI Kabupaten Buton, La Ode Farhan.
Menurut Farhan, jika keduanya masih menduduki jabatan, dikhawatirkan akan menghambat upaya hukum untuk segera membuka tabir skandal fee proyek karena kesibukan keduanya dalam menjalankan tugas pada jabatan yang diemban.
Dikatakan Farhan, akan lebih bijak jika La Haruna berinisiatif untuk mengundurkan diri tanpa harus menunggu desakan publik. Terlebih kasus ini telah menyeruak dan menjadi konsumsi publik. Bahkan media telah ramai memberitakan. Bahkan telah resmi dilaporkan ke Kejari Buton.
Farhanl juga memprediksi bahwa La Haruna tidak akan lolos dari jeratan hukum atas kasus ini. Dirinya menyebut, masyarakat justru akan mempertanyakan jika ternyata La Haruna akan lolos nantinya.
“Kalau akal sehat saya tidak mungkin lolos kecuali diloloskan. Itu soal lain lagi,” ucapnya.
Diketahui, La Haruna bersama sang istri yang merupakan ketua komisi III DPRD Kota Baubau resmi dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton, Kamis (15/5/2025). Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi yang dilakukan saat masih berstatus orang nomor satu di Buton.
Laporan dilayangkan Barisan Muda Anti Korupsi Kepulauan Buton dan telah diterima pihak Kejari Buton di bagian pengaduan. Laporan tersebut bermula ketika munculnya pengaduan di Polsek Pasarwajo terkait dengan dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan Yongki dan Langkaaba.
Sejumlah kontraktor yang mengaku telah menyetorkan uang ke Yongki dan Langkaaba dijaminkan akan diberi pekerjaan (proyek). Yongki telah mengaku bahwa apa yang dilakukannya atas perintah langsung oleh La Haruna selaku PJ Bupati Buton.
Uang yang terkumpul dari kurang lebih 20 orang kontraktor itu berjumlah Rp 2 milyar lebih. Berdasarkan pengakuan Yongki, uang tersebut sebagian mengalir ke NA yang merupakan legislator partai Hanura.
“Itu diarahkan oleh oknum PJ Bupati dan sebagian diserahkan kepada oknum NA. Dapat dibuktikan oleh beberapa saksi-saksi secara lisan maupun bukti lainnya oleh Yongki dan Langkaaba,” beber LM Irmansyah selaku pelapor.
Irmansyah mengaku telah bertemu langsung dengan Yongki dan Langkaaba. Keduanya pun siap memberikan kesaksian dan bukti-bukti jika dibutuhkan penyidik Kejari Buton untuk membongkar perkara tersebut.
Ia juga menyinggung pernyataan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Buton, Nobertus Dhendy Restu Prayoga yang siap memproses perkara tersebut jika ada laporan masyarakat yang masuk di Kejari Buton.
“Kami berharap Kejari Buton benar-benar menangani dan mengatensi perkara ini, memanggil saksi-saksi terkhusus sodara Yongki dan Langkaaba yang saat ini kami rasa nama baiknya tercoreng karena persoalan ini,” bebernya.
Kepada semua korban yang merasa telah melakukan penyetoran uang, Irmansyah mengimbau agar kooperatif dan mau bekerjasama untuk mengungkap kasus tersebut.
Sementara itu, La Haruna yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Perkebunan dan Holtikultura Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) saat dikonfirmasi langsung membantah memerintahkan Yongki dan Langkaaba untuk mengumpulkan fee proyek.
“Yang disampaikan Yongki dan Langkaaba itu tidak benar. Saya sudah tanya Yongki lewat whatsapp, dia akui kalau tidak pernah diperintahkan. Jadi, itu inisiatif mereka,” singkat La Haruna. (adm)