Buton, satunarasi.id – Sejumlah penanganan kasus dugaan korupsi dinilai mangkrak, sehingga membuat kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Buton Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) disorot. Misalnya, perkara skandal fee proyek dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) tahun 2024 yang tidak dibayarkan dimasa pemerintahan La Haruna selaku PJ Bupati Buton periode 2024-2025.
Padahal, skandal fee proyek yang diduga menyeret nama eks Pj Bupati Buton La Haruna dan istri siri, NA (inisial) telah resmi dilaporkan oleh Barisan Muda Anti Korupsi Kepulauan Buton di Kejari Buton. Namun hingga kini belum ada kepastian berkait laporan itu.
Demikian halnya pembayaran TPP yang telah mendapat persetujuan DPRD Buton dan telah dianggarkan sekira Rp24 Miliar. Juga dipertegas dengan Peraturan Bupati Buton Nomor 16 Tahun 2024 mengatur tentang pemberian TPP, namun sampai saat ini belum dilakukan pembayaran.
Anggaran yang telah disiapkan untuk TPP tiba-tiba di refocusing ke belanja fisik sekitar Rp 8 Milliar lebih serta Alokasi Dana Desa kurang lebih sebesar Rp 12,5 Miliar. Informasi yang diperoleh media ini, sejumlah bendahara dinas telah dipanggil untuk di klarifikasi oleh Kejari Buton.
Berkait mandeknya dua kasus itu, Koordinator Barisan Muda Anti Korupsi Kepulauan Buton, LM Irmansyah Arifin angkat bicara.
“Ada apa dengan Kejaksaan Buton. Kenapa kejaksaan lambat dalam menangani kasus yang diduga melibatkan mantan Pj Bupati Buton, padahal sinyalnya sudah kuat,” ungkap LM.Irmansyah Arifin, Minggu (1/6/25).
Ia memaparkan, mandegnya kinerja Kejaksaan dalam mengusut dua kasus ini, sangat tidak masuk akal dan patut dipertanyakan. Pasalnya sinyal adanya dugaan praktik korupsi pada dua kasus tersebut sudah sangat nyata.
Lebih jauh, ia juga mengatakan bahwa ada desas desus oknum dari pihak Kejaksaan yang mencoba bermain untuk menutup dua kasus tersebut melalui jalur partai.
“Jika kejaksaan lambat, berarti informasi adanya dugaan penyuapan terhadap oknum Kejaksaan Buton patut ditelusuri kebenarannya. Tapi jika memang tak menerima suap, buktikan dong, agar publik dan masyarakat puas terhadap pelayanan Kejari Buton,” tegasnya.
Untuk itu, pihaknya akan menyampaikan persoalan tersebut kepada pihak yang lebih tinggi, seperti Kejati dan Kejagung untuk meminta tindaklanjut atas kasus tersebut.
“Kita nanti akan upayakan ke ranah yang lebih tinggi, biar tahu bahwa Kejaksaan Buton tidak jalan, terkesan pilih tebang dalam menyelesaikan kasus-kasus di daerah,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buton melalui Kasi Intelnya, Norbertus Dhendy Restu Prayoga yang di konfirmasi sebelumnya, membantah jika pihaknya disebut “melempem” dalam menanggani dua kasus tersebut. Prioritas kasus serta kurang Sumber Daya Manusia (SDM) jadi alasan.
“Tidak begitu (melempem), kita (Kejari Buton) kekurangan SDM, cuma ada berapa orang saja dan masih fokus tuntaskan (Perkara) lain,” beber Norbertus Dhendy Restu Prayoga dikonfirmasi awak media melalui telpon selulernya, Sabtu 25 Mei 2025.
Berkait Skandal Fee proyek kata Norbertus Dhendy Restu Prayoga, Jaksa Penuntut Umum (JPU) khususnya bagian Pidana Khusus (Pidsus) sudah memeriksa kelengkapan berkas dan akan menindaklanjuti laporan ke tahap penyelidikan setelah ada disposisi dari Kajari Buton.
“Sekarang menunggu disposisi dari pak Kajari untuk ditindaklanjuti oleh Pidsus (Tindak Pidana Khusus),” tegasnya.
Norbertus Dhendy Restu Prayoga menegaskan, sebelum dilakukan proses penyelidikan, pihaknya terlebih dahulu akan melakukan penelusuran dan penelaahan informasi perkara terhadap laporan berdasarkan disposisi yang diberikan. (adm)